Template by:
Free Blog Templates

Jumat, 17 Oktober 2008

Terik Matahari Mendera Akibat Badai di Filipina

JAKARTA, SENIN - Terik matahari masih mendera Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, serta wilayah lain di selatan ekuator akibat massa udara tertarik ke wilayah Filipina. Ini disebabkan kemunculan pusaran angin di sebelah barat dan timur Filipina menyusul badai Jangmi yang kini makin bergerak mendekati daratan China.

"Terik matahari masih berlangsung di Jawa dan wilayah-wilayah lain. Bahkan, beberapa wilayah yang diperkirakan memasuki musim hujan awal Oktober bisa mengalami kemunduran satu sampai satu setengah bulan ke depan," kata Ketua Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Armi Susandi, Minggu (28/9).

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, di Jakarta suhu tertinggi kemarin 33,2 derajat Celsius, sedikit melampaui rata-rata yang diperkirakan 25 derajat-33 derajat Celsius pada hari itu.

Kepala Subbidang Informasi Meteorologi Publik BMKG Kukuh Ribudianto mengatakan, hingga saat ini belum ada wilayah yang memasuki musim hujan. Kriteria memasuki musim hujan menggunakan ketentuan selama tiga dasarian (30 hari) berturut-turut memiliki rata-rata curah hujan di atas 50 milimeter per dasarian.

"Ketika terjadi hujan rata-rata 50 milimeter dalam satu dasarian, kemudian tidak terjadi lagi pada dasarian berikutnya, penentuan memasuki musim hujan itu gagal," kata Kukuh.

Menurut Kukuh, curah hujan di atas 50 milimeter selama tiga dasarian berturut-turut, termasuk di wilayah Bogor hingga Jakarta bagian selatan yang kerap diterpa hujan, hingga sekarang belum bisa dinyatakan memasuki musim hujan.

Fenomena

Armi Susandi mengatakan, tekanan udara rendah yang disebabkan suhu udara tinggi akibat radiasi matahari membentuk pusaran angin di sebelah barat dan timur Filipina ini menyusul badai Hagupit dan Jangmi yang berada di belahan bumi utara. Posisi matahari sudah ada di belahan Bumi selatan setelah melewati ekuator pada 23 September 2008.

"Fenomena ekstrem seperti ini membutuhkan model baru untuk prakiraan cuaca. Sebab, fenomena ini membuat musim hujan di beberapa wilayah kita mundur," kata Armi.

BMKG kemarin mencatat badai Jangmi masih menimbulkan kecepatan udara sampai 105 knot atau 189 kilometer per jam. Badai ini dalam beberapa hari ke depan diperkirakan meluruh ketika memasuki wilayah daratan China. Kecepatan pusaran angin di sebelah barat dan timur Filipina masih di bawah 34 knot, diperkirakan tidak akan menguat dan membentuk badai tropis lagi.

Kondisi badai inilah yang memengaruhi tingginya terik matahari di Jawa dan beberapa pulau lainnya. Ini akibat massa udara yang membentuk awan dan menghalangi radiasi matahari tertarik ke wilayah Filipina.

"Meski demikian, pemanasan yang terjadi juga menimbulkan penguapan lokal yang membentuk awan. Namun, dampaknya juga membuat makin panas akibat efek rumah kaca," kata Armi.

Kukuh mengatakan, BMKG memiliki program peringatan dini meteorologi atau Meteorology Early Warning System (MEWS), tetapi belum sempurna dengan dilengkapi peralatan Automatic Weather System (AWS) untuk mengetahui seketika data curah hujan yang terjadi ataupun data lain yang menunjang. Di Jakarta, peralatan AWS hanya terpasang di Kelapa Gading, Pulo Mas, dan Manggarai. (NAW)

adopted from: www.kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar